Pernah dengar tentang penyakit Alzheimer's?
Kalau pernah nonton film Korea berjudul A Moment To Remember yang dibintangi Son Ye Jin dan Jung Woo Sung - atau film The Notebook yang dibintangi Ryan Gosling dan diangkat dari buku karya Nicholas Sparks berjudul sama, mungkin Alzheimer's Disease bukanlah satu nama yang asing di telinga.
Alzheimer's Disease adalah suatu kondisi di mana sel-sel otak yang menyimpan memori - baik memori lama maupun baru - sudah tidak berfungsi dengan baik. Banyak orang yang salah kaprah mengira Alzheimer's sama saja dengan pikun, padahal tidak begitu.
Bayangkan; kamu seorang profesor yang hebat di Harvard, baru berumur 50 tahun, memiliki tiga anak yang sudah dewasa dan suami yang sukses. Seharusnya saat ini kamu sedang menikmati bagaimana enaknya kerja sebelum pensiun, menunggu rasanya menimang cucu. Inilah waktumu menikmati hidup.
Alice Howland adalah seorang profesor sukses di bidang Psikologi di Harvard berusia 50 tahun. Kehebatannya sebagai dosen sudah tidak usah ditanyakan lagi - selain sering diundang menjadi dosen tamu di seluruh dunia, dia juga menjadi dosen favorit di Harvard. Mengajar tentang psikologi kognitif atau psikolinguistik? Dia bisa menyiapkannya hanya dalam waktu 5 menit, dengan otaknya yang luar biasa cerdas.
Ketika awalnya dia tidak bisa mencari padanan kata yang tepat ketika mengajar, dia mengira ini dampak dari menopause. Ketika BlackBerry-nya tertinggal di sebuah restoran, dia merasa ini masih wajar. Tapi saat suatu kali dia tidak bisa mencari jalan pulang ketika sedang jogging, atau waktu dia benar-benar lupa bahwa dirinya harus mengajar di Chicago, dia mulai bertanya pada dirinya sendiri. Ada apa denganku?
Dunianya terasa jungkir balik saat diagnosa dokter datang. Alzheimer's. Dia masih akan lebih bersyukur bila dia terkena tumor otak - setidaknya ada satu hal yang bisa dia perjuangkan, satu monster yang akan dengan sekuat tenaga berusaha dia kalahkan. Ada secercah harapan bahwa suatu saat dia akan menang. Namun Alzheimer's? Ini jenis penyakit yang akan terus dia bawa seumur hidup. Dia hanya bisa terus menerus minum obat, tak punya kendali atas masa depannya sendiri, menunggu kapan tiba waktunya dia mulai melupakan bagaimana caranya makan, mandi, berbicara. Siapa suami dan anak-anaknya. Bahkan dirinya sendiri.
Ini bukan buku yang sempurna atau terbaik. Banyak sekali ketimpangan prosa di sana-sini; ada beberapa paragraf yang terasa terlalu ilmiah, seolah-olah kita sedang membaca sebuah esai kedokteran. Di sisi lain, penulis menceritakan tentang suatu hal dengan penuh metafora, hingga rasanya terlalu berlebihan. Tapi ketika kita menutup mata atas segala kekurangannya, baru kita bisa melihat betapa hebatnya buku ini. Semua karakter berkembang di waktu yang tepat - hanya saja menurut saya porsi Tom terlalu kurang - tidak ada sub-plot membingungkan, dan ceritanya mengalir dengan pas. Pilihan penulis untuk memakai sudut pandang ketiga juga sangat brilian. Benar-benar buku yang emosional dan tidak bisa dilupakan begitu saja.
Buku ini tidak cocok dibaca kalau sedang sedih dan ingin membaca buku yang ringan dan cepat selesai.
No comments:
Post a Comment