Penulis: Andina Dwifatma
Halaman: 232 hlm
Rilis: April 2013 oleh Gramedia Pustaka Utama
ISBN13: 9789792295108
Ketika saya menemukan buku ini di toko buku, saya menganggap semua hal yang terlihat dalam tampak luar buku ini adalah kontradiktif. Absurd. Bagaimana tidak? Kita lihat saja kavernya. Apa coba, hubungan musim dengan ikan mas koki? Gimana pula ceritanya ikan mas koki bisa duduk dengan santainya?
Ketika saya membalikkan buku ini untuk mencari sinopsis yang umumnya mudah ditemukan, lagi-lagi saya bingung. Saya tidak menemukan sepatah kata pun yang bisa menjelaskan plot buku ini. Malah, saya menemukan kata-kata Seno Gumira Ajidarma dan puisi Sitor Situmorang.
Baiklah, saya pikir. Lebih baik saya langsung membaca saja buku ini, daripada sibuk menerka-nerka.
Bab pertama dimulai dengan seorang gadis yang mendapatkan dua buah surat sehari setelah ia tak lagi berstatus murid SMA. Satu amplop berasal dari universitas swasta tempat dia mendaftar, dan satunya lagi tanpa nama pengirim, diketik rapi. Si gadis lalu bertanya-tanya siapa yang mengirimkan surat ini, apa isinya, berdebar-debar seolah mendapat surat kaleng. Dan ternyata, surat tersebut dikirim oleh ayahnya, yang dia pikir belum dia temui seumur hidup. Di surat itu, ayah si gadis bertutur bahwa dirinya sedang sakit, dan mungkin waktunya tak lama lagi, maka ia ingin sekali bertemu dengan si gadis di kota S.
Gadis ini takjub. Dirinya sangat menyukai sejarah - tergila-gila padanya, bahkan. Tentu dia ingin sekali mengetahui sejarah akan dirinya, terlebih lagi karena ibunya yang dingin dan tertutup jarang sekali, malah bisa dibilang tak pernah, mengungkit-ungkit tentang ayahnya sedikit pun. Gadis ini terusik, dia terlalu ingin tahu untuk membiarkan kesempatan ini terlepas dari jemarinya begitu saja. Maka, dengan seijin ibunya, gadis ini pergi ke kota S seorang diri.
Setibanya di kota S, gadis ini bertemu dengan J.J Henri, asisten ayahnya yang baik hati. Gadis ini lalu dikenalkan dengan anaknya, seorang lelaki tampan dan pintar bernama Maura, yang beberapa tahun lebih tua dari gadis ini. Maura dan gadis ini pun berteman dengan akrab, berbincang mengenai jazz klasik, Bob Dylan, Friedrich Nietzsche, dan tentu buku-buku. Dan dimulailah rangkaian kejadian absurd yang melibatkan orang-orang di sekitar kediaman ayahnya dan seekor ikan mas koki, yang akan lekat dalam ingatan semusim, dan semusim lagi..
Buku ini mengambil sudut pandang karakter utama buku ini, Si Gadis, yang tidak pernah disebutkan namanya. Si Gadis merupakan seorang pemikir yang sangat cerewet. Dia sangat menyukai sejarah dan buku-buku, membuat dirinya seperti buku terbuka yang mudah ditebak. Tetapi fakta bahwa namanya tidak pernah disebutkan di buku ini membuat karakternya berjarak dengan pembaca, menimbulkan ilusi bahwa memang sebenarnya kita tidak tahu apa-apa tentang gadis ini.
Absurd. Mungkin kata ini adalah adjektif yang sudah lebih dari sekali saya tulis di review ini. Karena memang, kata inilah yang sangat tepat menggambarkan karya debut Andina Dwifatma yang menyabet gelar pemenang Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta 2012 ini. Nyleneh. Dan surreal.
Namun keanehan buku inilah yang membuat saya tak bisa lupa dengan buku ini, bahkan setelah berhari-hari. Di balik semua keasingannya, terdapat sesuatu yang nyata dari buku ini yang akrab dengan saya. Ada sejenis kehampaan yang tersisa setelah saya membaca buku ini, seperti ampas kopi di dasar cangkir. Karena memang terkadang, abusurditas lebih mudah menyatakan kebenaran daripada kenyataan. Buku ini menyoroti sisi bengis, kehewanan dalam diri manusia, yang terkadang tersembunyi dalam kebaikan dan kemanusian kita, yang mudah sekali terbangun ketika kita paling rentan. Dan Andina menuliskannya dengan sederhana, tanpa banyak bermajas basa-basi. Rasanya seperti ketika Ernest Hemingway menuliskan salah satu plot dari buku Haruki Murakami. Satu-satunya concern saya terhadap buku ini adalah menurut saya buku ini terlalu singkat, sehingga ada beberapa bagian yang pasti akan lebih bagus jika dibuat lebih mendetail.
Bagi pembaca yang menyukai buku-buku yang tidak mudah tertebak akhirnya dan kisah-kisah yang absurd, buku ini patut dibaca.
"Aku merasa semusim paling berat dalam hidupku telah terlewati, dan aku siap untuk musim selanjutnya. Lalu mungkin semusim, dan semusim lagi.. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku benar-benar bahagia."4/5 bintang.
akkkkkk pengen baca buku ini *jadiin wishlist*
ReplyDeleteHayooo, dibaca! Keren lho.*ngomporin* *nutupin mata Kak Sulis dari timbunan yang menggunung*
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteAh, otakku kurang prima, dek, kalo baca yang absurd2 begini. Tapi Tiojakin ngga masuk kategori absurd kan? Hihi... #ngganyambung
ReplyDeleteAh Kak Lila.. Mau adu ketidak-primaan otak neh? XD Maggie Tiojakin realis sih.. Oya gimana, udah nemu bukunya? #ehmaapOOT
DeleteAda sih di gilabuku ato bukabuku. Tapi ntar nyari di TM dulu, yg ngga pake ongkir n dapet diskon all year #tetep :)
Deletehihihi, fakir diskon ya kita-kita :)) bukannya di TM bisa pesen, kak?
Deletewuah ndari senengnya buku2 yang absurb ya
ReplyDelete*keselek baca komen ini* iya Mas.. Soalnya hidupku absurd.. //apasih
Deleteah aku jadi penasarana *nambah wishlist*
ReplyDeleteAyo Kak, masukin wishlist :D *kompor*
Deletewah aku tertarik dengan karakter si gadis dan perjalanannya menulusuri sejarah :)
ReplyDeleteMenarik ya premis karakternya :)
Deletelove this review :) meskipun untuk baca bukunya, ehmm... nanti dulu deh hahaha...
ReplyDeleteAaah thank you Kak Astrid! :) hihihihi, perjalanan masih panjang, masih banyak waktu untuk coba buku-buku absurd../apasih
Deletelebih tertarik baca review ndari daripada bukunya... #eh :D
ReplyDeleteAaaah, kok gitu XD Makasih udah baca reviewku, Teh Peni :)
DeleteMuara, Kak, bukan Maura :)
ReplyDelete