Judul: Katarsis
Penulis: Anastasia Aemilia
Jumlah halaman: 264 hlm
Rilis: April 2013 oleh Gramedia Pustaka Utama
ISBN13 9789792294668
Sebuah rumah di Bandung milik keluarga Johandi dirampok
dengan sadis. Tiga orang tewas mengenaskan. Hanya dua yang selamat. Arif
Johandi, masih dalam keadaan kritis karena banyak luka tusukan di sekujur
tubuhnya. Keponakannya, Tara Johandi, si “Gadis yang Selamat Itu’, ditemukan
dengan keadaan mengenaskan di dalam kotak perkakas yang ukurannya tak lebih
daripada kandang anjing. Kedua tangannya diikat borgol. Polisi telah menangkap
dua perampok yang diyakini sebagai pelakunya, yaitu Martin Silado dan Andita
Pramani. Tapi bukti-bukti yang terkumpul justru mengarah ke hal lain. Maka itu,
polisi berusaha mengorek informasi dan kesaksian dari Tara. Namun Tara masih
syok berat. Maka Alfons, psikiaternya, dipanggil untuk memulihkan psikis Tara,
setidaknya sampai Tara cukup stabil untuk dimintai keterangan. Dengan metode
katarsis, yaitu dengan menghilangkan trauma atas sesuatu dengan secara menceritakan segalanya.
Namun tidak semudah itu.
Tara ternyata memiliki masa lalu yang lebih memusingkan
daripada labirin. Pikiran dan tindak-tanduknya dipenuhi keganjilan. Belum lagi
dengan kehadiran seorang pria bernama Ello, dan bersamaan dengan itu, sebuah
kasus pembunuhan berantai yang melibatkan kotak perkakas kayu yang dipakai
untuk menyekap Tara. Apakah Ello bisa membantu Tara menyembuhkan traumanya?
Apakah benar Martin dan Andita pembunuh keluarganya?
Kesan pertama saya ketika melihat buku ini sebelum
membacanya adalah: ngeri. Kavernya sederhana, hanya sebuah gambar kecil di
tengah lalu latar warna cokelat di belakangnya. Nuansa ngeri itu terus terasa
selagi saya membaca. Buku ini pada awalnya memakai sudut pandang Tara, yang
lalu menyusupkan berbagai peristiwa di masa lalunya yang membantu pembaca
mengerti siapa dirinya. Peristiwa-peristiwa tersebut menekankan bahwa Tara
adalah sosok yang terganggu mentalnya, sejak kecil mencintai kekerasan, selalu
menolak afeksi, dan sedikit skizofrenik.
Namun persepsi saya tentang siapa Tara perlahan-lahan runtuh sejak Tara
tinggal bersama Alfons, ditambah lagi ketika karakter Ello mulai muncul. Tara
menjadi gadis yang bergantung pada Alfons, dipenuhi ketakutan, dan mulai
membiarkan dirinya merasa bahagia di dekat Ello. Hilang sudah Tara yang membuat
saya ngeri di awal buku. Hal ini sedikit menganggu buat saya karena
pengembangan karakter memang penting, tapi pengembangan karakter Tara menurut
saya terlalu berlebihan, tanpa disertai alasan dan latar belakang yang cukup.
Pergantian sudut pandang ke karakter Ello juga menurut saya
kurang halus. Perbedaan suara di antara keduanya kurang kentara, karena baik
suara yang dimiliki Tara dan Ello sama-sama dingin dan maskulin. Mungkin jika
penulis bertujuan untuk menyisipkan lebih banyak detil mengenai karakter Ello
tanpa melupakan Tara, lebih baik digunakan sudut pandang ketiga agar
masing-masing suara tersampaikan dengan porsi yang tepat.
Menurut saya buku ini memiliki banyak irrelevansi, tapi
semua itu tidak cukup untuk menutupi betapa menegangkannya buku ini. Mungkin
jika Katarsis dibuat sedikit lebih panjang agar bisa memuat lebih banyak cerita
mengenai Ello, pertanyaan-pertanyaan saya akan terjawab. Mengingat buku ini
adalah debut sang penulis, saya mengangkat dua jempol untuk gaya penulisannya
yang sangat luwes. Saya sangat berharap penulis akan menelurkan lebih banyak
buku di masa mendatang.
3/5 bintang.
seperti biasa, reviewnya mengundang untuk membaca bukunya :)
ReplyDeleteThank you udah baca reviewku, Kak Sulis ^^ ayo baca bukunya! Hihihi
Deletecovernya terasa sadis ya
ReplyDeleteIya Mas kavernya mencekam ><
DeleteKatarsisnya diceritain secara medis dan detil ga mbak?
ReplyDeleteEnggak sih, malah adegan Tara berkatarss dengan psikiaternya sedikit, lebih banyak dia cerita langsung ke pembaca.
DeleteKayaknya aku bakal suka baca review-nya ndari dibanding baca bukunya deh (^_^)/
ReplyDeleteWah, berarti resensiku gagal dong >< hahahaha
DeletePengen baca.. :O
ReplyDeleteLagi baca nih novel.... baru kali ini penulis indonesia punya genre seperti ini...
ReplyDelete