“ Cerita..selamanya tentang manusia, kehidupannya,
bukan kematiannya. Ya biarpun yang ditampilkannya itu hewan, raksasa atau dewa
ataupun hantu. Dan tak ada yang lebih sulit dipahami daripada sang manusia..
jangan anggap remeh si manusia, yang kelihatannya begitu sederhana; biarpun
penglihatanmu setajam mata elang; pikiranmu setajam pisau cukur, perabaanmu
lebih peka daripada dewa, pendengaranmu dapat menangkap musik dan ratap tangis
kehidupan; pengetahuanmu tentang manusia takkan bakal bisa kemput”
Paperback, 535 pages
Published
2005
by Lentera Dipantara
(first published 1975)
ISBN 9799731232
(ISBN13: 9789799731234)
Bicara tentang bumi, tentu
saja bicara tentang manusia. Orang-orang yang tinggal di dalamnya, bekerja,
makan, belajar, memulai peradaban, hidup, mati, dari berbagai macam lapisan
masyarakat, tua maupun muda. Inilah yang Pram ingin angkat dari karyanya yang
menjadi karya sastra Indonesia yang paling banyak dibicarakan (sekaligus paling
banyak tidak dibicarakan), Bumi
Manusia. Buku pertama dari tetralogi Pulau Buru ini mengambil sudut pandang
Sanikem, yang lalu berganti namanya menjadi Nyai Ontosoroh, seorang selir atau
istri tak sah dari seorang londo Belanda bernama Tuan Mellema. (di masanya
sebutan Nyai digunakan untuk wanita-wanita pribumi yang umumnya dijual oleh
orang tuanya ketika memasuki usia pubertas kepada pria-pria Belanda).
Kebencian yang luar biasa
kepada Ayahnya, ketakutannya dalam menjalani kehidupan berumah-tangga, serta
keputus-asaannya ketika melihat betapa stratanya sebagai pribumi (sekaligus
sebagai Nyai) tidak dianggap di masa itu tak lantas membuatnya terlarut dalam
kepahitan. Melalui suaminya, Nyai Ontosoroh berusaha keras untuk belajar
membaca, menulis dan menghitung, dan perlahan-lahan mulai membaca
buku-buku--dari sastra Melayu hingga Victor Hugo--agar dapat diakui sebaga
seorang manusia. Intelektualitasnya mengubah stereotip orang-orang terhadap
pribumi, terutama seorang Nyai. Selain mengajarkan anak-anaknya, Robert dan
Annaliese, Nyai Ontosoroh turut membantu berkembangnya bisnis Boerderij
Buitenzorg milik Tuan Mellema.
Kehidupan keluarga Mellema juga
diceritakan melalui Minke, seorang pribumi berdarah priyayi yang sangat
terpelajar. Ia seorang pelajar HBS, sekolah menengah Belanda yang bergengsi di
jaman itu. Pandangannya sangat maju, seperti layaknya pribadi Eropa, meski
lingkungan sekitarnya memandangnya sebelah mata (hingga gurunya tak lagi
memanggilnya dengan nama asli tapi dengan "Minke", plesetan dari
monkey, sehingga nama itu yang terus menempel di dirinya seumur hidup). Suatu
ketika Minke berkenalan dengan Annaliese, jatuh cinta padanya, lalu bertemu
dengan Nyai Ontosoroh yang karismatik. Ketika Minke hendak menikah dengan
Annaliese, barulah status Ontosoroh yang tak jelas dalam kehidupan Mellema
akhirnya menjegal langkahnya dalam hidup.
Saya pertama kali membaca
buku ini ketika saya SMP, ketika saya melihat buku ini di perpustakaan lalu
iseng membacanya, tanpa tahu apa-apa tentang buku ini. Tentu, pikiran saya yang
cetek masa itu membuat saya kewalahan tak mengerti apapun dari buku ini, lalu
menaruhnya kembali ke rak. Barulah ketika saya SMA, saya mulai mencari tahu
tentang sastra Indonesia, bagaimana buku ini menjadi sangat fenomenal dan
sempat dilarang beberapa lama.
Kolonialisme, feodalisme,
Marxisme, komunisme. Empat kata ini adalah empat teori yang sering dikaitkan
dengan buku ini--malahan, dua teori yang terakhir disebutkan membuat buku ini
dilarang diedarkan, membuat Pram dipenjara. Namun yang membuat saya bingung
adalah betapa minimnya (bahkan bisa dibilang nihil) pengaruh komunisme yang
disebutkan secara tersirat atau tersurat di sini. Memang, buku ini
menitik-beratkan betapa kesenjangan sosial menjadi siksa bagi kebanyakan
masyarakat Indonesia, membuat banyak rakyat tersiksa dan dianggap asing di
"rumah" sendiri. Namun Pram menunjukkannya tanpa menyuapkan pradigma,
tanpa membentuk penilaian apapun. Sehingga saya ketika membaca tak lantas
mengambil teori politik apa-apa. Lebih dari apapun, buku ini mengangkat
pentingnya pendidikan, karena hanya melalui intelektualitaslah kita dapat
"keluar" dari penjara yang membelenggu kita. Meski dalam
keterbatasan, tak peduli apa kata orang, kita harus tetap belajar. Buku ini
juga adalah kisah cinta. Cinta yang berlatar lara, menumbuhkan harapan, meski
seperti kisah cinta lainnya yang tak selalu berakhir bahagia.
Happy Salma dalam "Mereka Memanggilku Nyai Ontosoroh" |
Sita Nursanti dalam "Mereka Memanggiku Nyai Ontosoroh". |
4/5 bintang.
Sekarang, tentang pengirim
buku ini. Seperti yang saya tulis dalam posting sebelumnya, saya menerima buku ini
sebagai hadiah dari Santa saya dari BBI. Nah, saya harus menebak siapa pengirim
buku ini berdasarkan riddle yang diberikan. Dan yang patut dicatat adalah,
meski saya adalah panitia acara ini, saya tidak tahu siapa Santa saya karena
undian semua partisipan kami bagi dua, sehingga saya tidak tahu siapa Santa
saya, begitu pula Kak Oky tidak tahu siapa Santanya. Daaaan riddle yang saya
dapat susah >< Namun ada satu kalimat yang "agak bercahaya" di
riddle tersebut.
"Kayuhan waktu membawa purnama pertamaku di dunia
maya..."
Meski "kayuh" di
sini artinya bukan secara harafiah, tetapi kalimat ini membuat saya teringat
dengan beberapa anggota BBI yang saya tahu memang suka sepedaan. Di antara
nama-nama tersebut, mungkinkah pengirimnya... Kak Lila?
Tapiiiii keyakinan saya ini
mulai goncang ketika saya nitip beberapa buku ke beberapa BBIers dan paketnya
sampai ke rumah. Ketika saya buka paket buku titipan dari Kak Dani, saya baru
ngeh... Kok tulisannya sama kayak di riddle? :}
Mau lihat review buku kado Secret Santa lainnya? SIlahkan blogwalking!
Hihi.. iya sih,dua duanya doyan sepedaan :))
ReplyDeleteHahaha, makanya bingung ><
DeleteJadi siapa tebakan Santa-nya, mbak Dani atau mbak Lila :D
ReplyDeleteAq hunting tetralogi ini belum nemu juga 1 set lengkap.
Aku nyerah deh. Tunggu pengakuan dari salah satu dari mereka aja deh :p
DeleteWait, Ndari aku juga nebaknya kak Lila sbg Santaku.. mungkinkah santa kita sama?
ReplyDeleteGak mungkin sih kayaknya :p
DeleteKayaknya bukan Mbak lila deh.
ReplyDeleteBtw reviewnya keren, ndari
Iyakah, Kak? >< ya wes lah aku pasrah aja :p
DeleteThank you, Kak Dewi :)
Aku .... Aku... Sukaa sepedaan... Tapi tapi... Kalo malam purnama sepedaan takut jadi werewolf huahaha...
ReplyDeleteReviewnya kereeennn banget, ndari... Duh, anak baru lulus SMA sudah nulis review sebagus ini...
Lucu juga tuh kalau werewolf sepedaan :p
DeleteThank you, Kak Lila :) btw aku belum lulus SMA sih, hehehe.
Review keren untuk buku keren ...jd kepingin beli juga. *langsung ke shopping
ReplyDeleteThank you :) ayo beliiii, buat baca bareng Februari :) /kompor
ReplyDeleteudah lama bangeeet ga baca pram *blush* jadi siapa nih santanya ndari??? ayooo muncullah! =p
ReplyDeletebuat baca bareng, diposting-nya tanggal 6 atau tetap akhir bulan ya untuk buku Pram?
ReplyDeleteseumur-umur blom pernah baca bukunya Pram. >.<
ReplyDeleteReview-nya bagus, Ndari! Masuk sastra aja! :D aku nanti mau beli Tetralogi Buru lengkap ah di Rumah Buku masih ada. :)
ReplyDeleteskip reviewnya dulu,sebab aku juga mau baca februari ini ah :)
ReplyDelete