Penulis: Ha Jin
Halaman: 308 hlm
Tanggal rilis: 1 Januari 1991
ISBN 0375706410 (ISBN13:
9780375706417)
Buku ini diawali dengan paragraf
pembuka terbaik yang pernah saya baca.
"Every summer Lin Kong returned to Goose Village
to divorce his wife, Shuyu. Together they had appeared at the courthouse in
Wujia Town many times, but she had always changed her mind at the last moment
when the judge asked if she would accept a divorce. Year after year, they went
to Wujia Town amd come back with the same marriage license issued to them by
the county's registry office twenty years before."
Wajar jika saya langsung
terpikat dengan buku ini dan lanjut membacanya sampai habis. Karena, tidak
seperti judul buku ini, saya tidak ingin menunggu.
"Waiting" bercerita
tentang Lin Kong, seorang dokter yang tergabung dalam Ketentaraan Cina.
Pekerjaannya ini mengharuskannya untuk menghabiskan sebagian besar waktunya di
kota, dan hanya dapat pulang ke desa setiap musim panas. Setiap musim panas Lin
Kong tak hanya pulang untuk melepas rasa rindu untuk keluarga, tapi ia punya
misi khusus: menceraikan istrinya yang rendah hati dan loyal, tapi tak pernah
dicintainya, Shuyu. Karena di kota, kekasih yang amat dicintainya, Manna Wu,
telah menunggu.
Tetapi setiap kali Lin
kembali ke kota, Lin selalu meminta Manna Wu untuk menunggu setahun lagi. Karena
Shuyu, meski selalu mengiyakan ajakan Lin untuk bercerai pada awalnya, pasti
akan mengubah pikirannya tepat di dalam persidangan, membuat Lin harus pulang
dengan tangan kosong. Setahun, dua tahun, tiga tahun berlalu - Manna Wu selalu
sabar menunggu Lin Kong yang setiap musim panas selalu pulang ke desa dengan
harapan sebesar gunung - tapi hasilnya selalu dapat kita terka. Gagal. Dan ini
berlangsung sampai 18 tahun.
Bertahun-tahun penuh
kegelisahan Lin lalui bersama Manna Wu membuat Lin gerah. Menurut rumah sakit
tempat mereka bekerja, mereka tidak boleh melakukan kontak fisik secara seksual
jika Lin belum menceraikan Shuyu. Hubungan mereka yang abu-abu statusnya
mengundang cibiran, apalagi fakta bahwa Lin berselingkuh, meski memang nyatanya
baik Shuyu dan Lin tidak pernah saling mencintai. Maka dari itu, Lin bertekad
bahwa musim panas ini, takdir akan berkata lain. Dia akan membuat Shuyu
benar-benar menceraikannya.
Jujur, ketika saya pertama
kali mendengar tentang buku ini, saya hampir tertawa terbahak-bahak. Wajar
saja, di abad 21 seperti ini, di mana setiap kali kita menyalakan tivi
pagi-pagi untuk menonton gosip selebritis misalnya, kita akan langsung disuguhi
dengan berita perceraian. Mau lihat perceraian selebritis yang baru nikah? Yang
nikahnya sudah belasn tahun? Semua tersedia. Semua jadi hiburan. Televisi
membuat bercerai jadi terlihat mudah. Gak ada tuh yang namanya mesti nunggu 18
tahun buat cerai.
Namun jangan harap ketika
membaca buku ini, kita akan membaca romansa yang akan membuat kita terbuai
seperti jika kita membaca buku historical
romance. Ha Jin melalui "Waiting" menyajikan hal yang berbeda.
Dalam setting tahun '60an, ketika Cina sedang bergejolak dengan komunisme, Ha
Jin membuka satu perspektif berbeda tentang pernikahan dan cinta. Bahwa tidak
selalu senang-senang penuh kemudahan. Bahwa pasti ada kepahitan di baliknya. Pada
awalnya Ha Jin tidak membuat kita berpihak pada siapapun, tidak mendorong kita
untuk bersimpati pada Shuyu, wanita yang tidak dicintai; atau Lin Kong, yang
hanya berusaha untuk mengejar kebahagiannya; atau Manna Wu, wanita yang hanya
ingin janjinya ditepati. Ha Jin menuliskan semuanya seperti kepang yang rapi,
sama seperti kaver buku ini, pelan dan hati-hati, agar kita dapat menyimpulkan
sendiri apa alasan mereka dan siapa yang harus dibela. Karena sesungguhnya,
sama seperti kehidupan nyata, tidak ada orang yang benar atau salah. Yang ada
hanyalah orang-orang yang mengambil keputusan yang salah, dan berharap akan
datangnya kesempatan untuk mengubahnya.
4/5 bintang.
Sedikit informasi tentang
pengarang dan buku ini:
Ha Jin adalah penulis asal
Lianning, China. Karena kepiawaiannya dalam berbahasa Inggris dan prestasinya
yang gemilang, Ha Jin mendapatkan beasiswa Brandeis University, Massachusetts,
USA. Hal ini mendorong Ha Jin untuk terus menulis dalam bahasa Inggris, dan
tanpa melupakan identitasnya dan kebudayaannya, dia selalu menulis tentang
Cina. Hingga kini, Ha Jin telah memenangkan berbagai penghargaan, seperti Flannery
O'Connor Award for Short Fiction, PEN/Faulkner Award, hingga yang terbesar,
National Book Award untuk "Waiting". "Waiting" adalah
novelnya yang kedua.
Mungkin sebenarnya Shuyu memang ga mencintai suaminya tapi perlahan jatuh (selama 18 tahun) cinta pada suaminya dan dia menunggu suaminya menyerah dan berhenti meminta cerai~ who knows.
ReplyDeleteHmmm.. Bener gak ya.. Mesti baca bukunya buat cari tahu jawabannya :p *kok malah promosi*
DeleteAku juga nebaknya kayak Oky. Atau dia ga rela aja suaminya milih perempuan lain. :)
DeleteHihihi, bener gak ya.. /sokmisterius
Deletewah buku bagus nih, kita bisa belajar tentang pernikahan apalagi tentang perceraian yg nggak semudah kenyataan, andai saja bahasa inggrisku nggak parah pengen deh pinjem semua bukunya ndari :)
ReplyDeleteBahasa Inggrisku juga gak bagus-bagus amat, Kak Sulis, coba aja lagi.. Kalau gak nyoba gak akan terbiasa kan ;)
Deletepenulis China pun sekarang banyak yang bagus yah
ReplyDeleteIya Mas, tapi kayaknya belum banyak keliatan ya, sedikit "ketutupan" sama buku-buku dari Jepang sama Korea.. Semoga nanti ada yang mau mulai trennya di Indonesia ya :)
DeleteWaiting (bacanya pake H biar kesannya makin lama "huwaiting, huwaaa laaaammaaa) wkwkwk inilah kelebihan penulis2 dri China, mereka kental banget unsur budayanya. Banyak kritik atau pelajaran sosial yg didapat dari situ
ReplyDeleteKayak Korea dong kalau Hwaiting :))) Iya, aku jadi kepingin baca lebih banyak sastra China nih.. Kasi rekomen dong, Kak Dion :D
DeleteHihi lucu nih kayanya. Eh aku ijin comot ya Ndari buat dipasang pas IRF.
ReplyDelete