Thursday, January 31, 2013

Bumi Manusia - Pramoedya Ananta Toer



Cerita..selamanya tentang manusia, kehidupannya, bukan kematiannya. Ya biarpun yang ditampilkannya itu hewan, raksasa atau dewa ataupun hantu. Dan tak ada yang lebih sulit dipahami daripada sang manusia.. jangan anggap remeh si manusia, yang kelihatannya begitu sederhana; biarpun penglihatanmu setajam mata elang; pikiranmu setajam pisau cukur, perabaanmu lebih peka daripada dewa, pendengaranmu dapat menangkap musik dan ratap tangis kehidupan; pengetahuanmu tentang manusia takkan bakal bisa kemput
-Pramoedya Ananta Toer
Paperback, 535 pages
Published 2005 by Lentera Dipantara (first published 1975)
ISBN 9799731232 (ISBN13: 9789799731234)

Bicara tentang bumi, tentu saja bicara tentang manusia. Orang-orang yang tinggal di dalamnya, bekerja, makan, belajar, memulai peradaban, hidup, mati, dari berbagai macam lapisan masyarakat, tua maupun muda. Inilah yang Pram ingin angkat dari karyanya yang menjadi karya sastra Indonesia yang paling banyak dibicarakan (sekaligus paling banyak tidak dibicarakan), Bumi Manusia. Buku pertama dari tetralogi Pulau Buru ini mengambil sudut pandang Sanikem, yang lalu berganti namanya menjadi Nyai Ontosoroh, seorang selir atau istri tak sah dari seorang londo Belanda bernama Tuan Mellema. (di masanya sebutan Nyai digunakan untuk wanita-wanita pribumi yang umumnya dijual oleh orang tuanya ketika memasuki usia pubertas kepada pria-pria Belanda).

Kebencian yang luar biasa kepada Ayahnya, ketakutannya dalam menjalani kehidupan berumah-tangga, serta keputus-asaannya ketika melihat betapa stratanya sebagai pribumi (sekaligus sebagai Nyai) tidak dianggap di masa itu tak lantas membuatnya terlarut dalam kepahitan. Melalui suaminya, Nyai Ontosoroh berusaha keras untuk belajar membaca, menulis dan menghitung, dan perlahan-lahan mulai membaca buku-buku--dari sastra Melayu hingga Victor Hugo--agar dapat diakui sebaga seorang manusia. Intelektualitasnya mengubah stereotip orang-orang terhadap pribumi, terutama seorang Nyai. Selain mengajarkan anak-anaknya, Robert dan Annaliese, Nyai Ontosoroh turut membantu berkembangnya bisnis Boerderij Buitenzorg milik Tuan Mellema.

Kehidupan keluarga Mellema juga diceritakan melalui Minke, seorang pribumi berdarah priyayi yang sangat terpelajar. Ia seorang pelajar HBS, sekolah menengah Belanda yang bergengsi di jaman itu. Pandangannya sangat maju, seperti layaknya pribadi Eropa, meski lingkungan sekitarnya memandangnya sebelah mata (hingga gurunya tak lagi memanggilnya dengan nama asli tapi dengan "Minke", plesetan dari monkey, sehingga nama itu yang terus menempel di dirinya seumur hidup). Suatu ketika Minke berkenalan dengan Annaliese, jatuh cinta padanya, lalu bertemu dengan Nyai Ontosoroh yang karismatik. Ketika Minke hendak menikah dengan Annaliese, barulah status Ontosoroh yang tak jelas dalam kehidupan Mellema akhirnya menjegal langkahnya dalam hidup.

Saya pertama kali membaca buku ini ketika saya SMP, ketika saya melihat buku ini di perpustakaan lalu iseng membacanya, tanpa tahu apa-apa tentang buku ini. Tentu, pikiran saya yang cetek masa itu membuat saya kewalahan tak mengerti apapun dari buku ini, lalu menaruhnya kembali ke rak. Barulah ketika saya SMA, saya mulai mencari tahu tentang sastra Indonesia, bagaimana buku ini menjadi sangat fenomenal dan sempat dilarang beberapa lama.

Kolonialisme, feodalisme, Marxisme, komunisme. Empat kata ini adalah empat teori yang sering dikaitkan dengan buku ini--malahan, dua teori yang terakhir disebutkan membuat buku ini dilarang diedarkan, membuat Pram dipenjara. Namun yang membuat saya bingung adalah betapa minimnya (bahkan bisa dibilang nihil) pengaruh komunisme yang disebutkan secara tersirat atau tersurat di sini. Memang, buku ini menitik-beratkan betapa kesenjangan sosial menjadi siksa bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, membuat banyak rakyat tersiksa dan dianggap asing di "rumah" sendiri. Namun Pram menunjukkannya tanpa menyuapkan pradigma, tanpa membentuk penilaian apapun. Sehingga saya ketika membaca tak lantas mengambil teori politik apa-apa. Lebih dari apapun, buku ini mengangkat pentingnya pendidikan, karena hanya melalui intelektualitaslah kita dapat "keluar" dari penjara yang membelenggu kita. Meski dalam keterbatasan, tak peduli apa kata orang, kita harus tetap belajar. Buku ini juga adalah kisah cinta. Cinta yang berlatar lara, menumbuhkan harapan, meski seperti kisah cinta lainnya yang tak selalu berakhir bahagia.

Happy Salma dalam "Mereka Memanggilku Nyai Ontosoroh"
Sita Nursanti dalam "Mereka Memanggiku Nyai Ontosoroh".
Buku ini telah diterjemahkan ke 35 bahasa, dan telah diadaptasi ke panggung teater oleh banyak seniman, beberapa di antaranya adalah Happy Salma dan Sita Nursanti yang sama-sama memainkan peran Nyai Ontosoroh.


4/5 bintang.

Sekarang, tentang pengirim buku ini. Seperti yang saya tulis dalam posting sebelumnya, saya menerima buku ini sebagai hadiah dari Santa saya dari BBI. Nah, saya harus menebak siapa pengirim buku ini berdasarkan riddle yang diberikan. Dan yang patut dicatat adalah, meski saya adalah panitia acara ini, saya tidak tahu siapa Santa saya karena undian semua partisipan kami bagi dua, sehingga saya tidak tahu siapa Santa saya, begitu pula Kak Oky tidak tahu siapa Santanya. Daaaan riddle yang saya dapat susah >< Namun ada satu kalimat yang "agak bercahaya" di riddle tersebut.

"Kayuhan waktu membawa purnama pertamaku di dunia maya..."

Meski "kayuh" di sini artinya bukan secara harafiah, tetapi kalimat ini membuat saya teringat dengan beberapa anggota BBI yang saya tahu memang suka sepedaan. Di antara nama-nama tersebut, mungkinkah pengirimnya... Kak Lila?

Tapiiiii keyakinan saya ini mulai goncang ketika saya nitip beberapa buku ke beberapa BBIers dan paketnya sampai ke rumah. Ketika saya buka paket buku titipan dari Kak Dani, saya baru ngeh... Kok tulisannya sama kayak di riddle? :}

Gak tahu deh. Kita lihat besok. Semoga salah satu dari tebakan saya ini benar :D Yang pasti, saya sangat berterima kasih dengan Santa saya, karena bukunya sangat saya suka *nangis terharu*

Mau lihat review buku kado Secret Santa lainnya? SIlahkan blogwalking!

 

17 comments:

  1. Hihi.. iya sih,dua duanya doyan sepedaan :))

    ReplyDelete
  2. Jadi siapa tebakan Santa-nya, mbak Dani atau mbak Lila :D
    Aq hunting tetralogi ini belum nemu juga 1 set lengkap.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku nyerah deh. Tunggu pengakuan dari salah satu dari mereka aja deh :p

      Delete
  3. Wait, Ndari aku juga nebaknya kak Lila sbg Santaku.. mungkinkah santa kita sama?

    ReplyDelete
  4. Kayaknya bukan Mbak lila deh.

    Btw reviewnya keren, ndari

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyakah, Kak? >< ya wes lah aku pasrah aja :p

      Thank you, Kak Dewi :)

      Delete
  5. Aku .... Aku... Sukaa sepedaan... Tapi tapi... Kalo malam purnama sepedaan takut jadi werewolf huahaha...

    Reviewnya kereeennn banget, ndari... Duh, anak baru lulus SMA sudah nulis review sebagus ini...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Lucu juga tuh kalau werewolf sepedaan :p

      Thank you, Kak Lila :) btw aku belum lulus SMA sih, hehehe.

      Delete
  6. Review keren untuk buku keren ...jd kepingin beli juga. *langsung ke shopping

    ReplyDelete
  7. Thank you :) ayo beliiii, buat baca bareng Februari :) /kompor

    ReplyDelete
  8. udah lama bangeeet ga baca pram *blush* jadi siapa nih santanya ndari??? ayooo muncullah! =p

    ReplyDelete
  9. buat baca bareng, diposting-nya tanggal 6 atau tetap akhir bulan ya untuk buku Pram?

    ReplyDelete
  10. seumur-umur blom pernah baca bukunya Pram. >.<

    ReplyDelete
  11. Review-nya bagus, Ndari! Masuk sastra aja! :D aku nanti mau beli Tetralogi Buru lengkap ah di Rumah Buku masih ada. :)

    ReplyDelete
  12. skip reviewnya dulu,sebab aku juga mau baca februari ini ah :)

    ReplyDelete